Malam Satu Suro: Sejarah, Mitos, dan Tradisi Sakral Masyarakat Jawa

Malam Satu Suro: Sejarah, Mitos, dan Tradisi Sakral Masyarakat Jawa

Masyarakat Jawa akan kembali melewati Malam Satu Suro pada pergantian hari di antara Minggu 7 Juli 2024 hingga Senin 8 Juli 2024. Bagi masyarakat Jawa, Malam Satu Suro adalah waktu yang sangat sakral. Saking sakralnya, banyak mitos yang menyelimuti hari tersebut, seperti larangan untuk keluar malam hari dan lain sebagainya. Bahkan, Keraton Yogyakarta dan Surakarta pun memiliki ritual khusus untuk menyambut momen ini.

Bagi sahabat yang berasal dari luar Jawa, mungkin ada yang masih asing dengan Malam Satu Suro. Artikel ini akan membahas lengkap mulai dari sejarah, mitos, hingga berbagai tradisi seputar Malam Satu Suro. Ayo kita mulai pembahasannya!

Apa Itu Suro?

Suro, atau Sura, adalah bulan pertama dalam kalender Jawa. Kalender Jawa ini diciptakan oleh Sultan Agung, Sultan ketiga yang memerintah Kesultanan Mataram Islam. Sultan Agung membuat kalender Jawa dengan menggabungkan sistem penanggalan Saka yang bercorak Hindu dengan penanggalan Hijriah yang bercorak Islam. Hal ini merupakan contoh asimilasi budaya yang dilakukan oleh Sultan Agung pada zaman itu.

Perayaan Malam Satu Suro

Malam Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa yang juga bertepatan dengan bulan pertama dalam kalender Hijriah, yakni Muharram. Jadi, perayaan Malam Satu Suro jatuh bertepatan dengan Tahun Baru Islam alias 1 Muharram. Meskipun Sura berasal dari istilah Asyura yang berarti hari ke-10 di bulan Muharram, perayaan tetap dilakukan pada malam 1 Suro, bukan pada tanggal 10.

Bagi umat Islam, Muharram merupakan bulan yang sangat bersejarah sehingga sangat dihormati dan dihindari untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Makna yang begitu dalam ini membuat Malam Satu Suro menjadi sangat sakral.

Sejarah Malam Satu Suro

Kesakralan Malam Satu Suro sudah dimulai sejak masa pemerintahan Sultan Agung. Saat itu, Sultan Agung menginginkan rakyatnya bersatu untuk menggempur Belanda di Batavia. Untuk menghindari perpecahan, Sultan Agung berusaha menyatukan kelompok santri dan abangan.

Upaya Sultan Agung

Sultan Agung menggelar pengajian bersama dengan penghulu kabupaten dan melapor ke pemerintah setempat setiap Jumat Legi. Mereka juga mengadakan ziarah kubur dan haul ke makam Sunan Ampel dan Sunan Giri. Dari sini, berbagai kegiatan tersebut membuat Satu Suro atau Satu Muharram menjadi dikeramatkan, lengkap dengan berbagai pantangannya.

Mitos Malam Satu Suro

Kesakralan Malam Satu Suro menyebabkan munculnya berbagai mitos yang berkembang di masyarakat. Menurut Tunjung Wesutirto, dosen Fakultas Ilmu Budaya UNS Surakarta, mitos ini berawal dari pensakralan masyarakat Jawa terkait penggabungan kalender Islam dan Jawa.

banner

Beberapa Mitos yang Berkembang

  1. Tidak Berpergian Jauh Tanpa Tujuan: Larangan ini bermula dari keyakinan akan bertemu dengan pasukan Nyai Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan yang tengah menuju ke Keraton atau ke Gunung Merapi.
  2. Tidak Menyelenggarakan Pernikahan: Dipercaya bahwa mengadakan pernikahan pada malam Satu Suro akan membawa nasib buruk.
  3. Tidak Pindah Rumah atau Tidak Keluar Rumah: Kepercayaan ini didasari oleh mitos bahwa malam tersebut membawa energi negatif.

Tradisi Kirab

Meskipun ada mitos untuk tidak keluar rumah, tradisi kirab pada tengah malam tetap dilakukan. Menurut Tunjung, tradisi kirab ini terkait dengan perjanjian Raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul, di mana Ratu Pantai Selatan akan membantu Kerajaan Mataram dari musuh.

Tradisi Malam Satu Suro

Sebagai hari yang spesial, Malam Satu Suro menyimpan keunikan tradisi. Dua yang paling terkenal adalah yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.

Tradisi di Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta biasanya menyelenggarakan tradisi Mubeng Beteng dan Topo Bisu. Dalam ritual ini, para Abdi Dalem akan berjalan mengitari benteng tanpa berbicara sepatah kata pun.

Tradisi di Keraton Surakarta

Di Keraton Surakarta, diadakan tradisi Kirab Pusaka. Kirab ini bertujuan untuk meminta keselamatan sekaligus sebagai sarana introspeksi agar menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Salah satu yang paling ditunggu dalam kirab ini adalah kemunculan Kebo Bule, yaitu kerbau berwarna putih yang merupakan hewan kesayangan Pakubuwono II.

Pada tahun 2024, tradisi Mubeng Beteng atau Kirab Pusaka akan serempak diadakan pada Minggu 7 Juli 2024 malam.

Penutup

Itulah informasi seputar sejarah, mitos, serta tradisi Malam Satu Suro. Sebagai momen sakral, Malam Satu Suro memiliki berbagai kegiatan dan larangan yang unik. Bagi sahabat yang merayakannya, apa yang biasanya kalian lakukan pada Malam Satu Suro? Silakan tulis di kolom komentar!

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *